SINERGI ANTARA ORANGTUA DAN GURU
DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK
Menyikapi dan mendukung tulisan
Bapak Maslani S. Pd di Blog IGI tertanggal 7 Januari 2019 tentang Pendidikan
Berbasis Agama, bahwa memang jam mengajar di sekolah formal untuk mata
pelajaran pendidikan agama dirasa kurang. Hanya dengan waktu 3 jam dan 4 jam di
Kurikulum 2013 anak dituntut tidak hanya menguasai ajaran-ajaran agama tetapi
juga harus mampu mempraktekkannya dan bahkan mampu menumbuhkan sifat-sifat yang
diajarkan oleh agama.
Mengajarkan ajaran agama, mampu mengamalkan
sampai membentuk karakter, bukan hanya menjadi tanggungjawab guru di sekolah.
Untuk hal yang sangat penting ini, kerjasama antara semua pihak yang berada di
lingkungan terdekat anak menjadi sangat penting. Tanpa adanya kerjasama, tujuan
pendidikan terutama pendidikan agama tidak akan tercapai. Orangtua tidak bisa
mengharapkan guru di sekolah demi mewujudkan anak yang sholeh dan sholeha
dengan alasan sibuk bekerja atau apapun. Guru juga tidak bisa membalikkan
dengan alasan waktu orangtua dengan anak di rumah lebih banyak daripada dengan
guru ditambah jam mengajar yang padat dengan berbagai tuntutan administrasi
sehingga proses kegiatan belajar mengajar di sekolah hanya terbatas pada
transfer ilmu dan mengenyampingkan penumbuhan nilai-nilai karakter.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai
Pustaka, 2005) sinergi berarti kegiatan atau operasi gabungan. Sementara
R. Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People (Binarupa
Aksara, 1994) seperti yang dikutip oleh Hernowo dalam artikelnya tiga manfaat
"mengikat makna" untuk calon penulis, Covey merumuskan sinergi
sebagai sebuah kerjasama yang kreatif. Sinergi berarti 1+1 yang hasilnya adalah
8, 16 atau bahkan 1600. Dapat disimpulkan bahwa sinergi adalah kerjasama yang
dilakukan oleh berbagai elemen dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Sementara sinergi dalam membentuk karakter anak dapat diartikan kerjasama yang
baik antara elemen-elemen yang terkait dalam pembentukan karakter anak. Elemen
tersebut seperti orangtua, guru, masyarakat dan keluarga.
Proses kerjasama yang dilakukan menuntut
konsistensi antara semua pihak. Proses ini tidak bisa dilakukan dengan setengah
hati. Karena Pembentukan karakter harus dilakukan sebelum proses-proses yang
lain. Sinergi sangat dibutuhkan untuk menghindari sikap saling menyalahkan
antara setiap elemen. Konsep sinergitas dapat diterapkan dalam bentuk
nyata seperti mengatasi anak yang memiliki sifat kurang baik, orangtua dan guru
bisa saling memberi laporan dan menasihati anak. Untuk mengetahui hal ini guru
perlu mengetahui latar belakang keluarga anak.
Membentuk dan membina karakter anak dengan memberikan kasih sayang dan perhatian serta memperhatikan kesehatan dengan asupan makanan yang halal hendaknya dilakukan sejak lahir. Pada tahap selanjutnya anak sangat membutuhkan teladan (living model) karena ia akan mencontoh perbuatan dan tindakan orangtuanya. kemudian melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik akan melengkapi usaha dalam membentuk karakter anak. kegiatan yang selalu dibiasakan secara konsisten akan memberi pengaruh yang besar pada anak. Seperti yang ditulis oleh Abdul Munif dalam artikel yang berjudul Reinventing Nilai-nilai islam mengenai Pendidikan Guru dalam Pendidikan Karakter (Jurnal Alkaffah, Jurnal Kajian Nilai-nilai Islami Volume 2 No. 2, Juli -Desember 2014:7) bahwa:
"pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik, sehingga siswa didik menjadi faham (domain kognitif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotorik), proses pembiasaan tidak akan mungkin berjalan dengan baik tanpa bantuan guru dan orangtua".
Terakhir dapat disimpulkan bahwa dalam membina karakter anak harus dimulai sejak dini dengan perhtaian, kasih sayang. kemudian dibutuhkan teladan (living model) dan terakhir diperlukan pembiasaan-pembiasaan perbuatan baik.
TANAMKANLAH TINDAKAN, ANDA AKAN MENUAI KEBIASAAN
TANAMKANLAH KEBIASAAN ANDA AKAN MENDAPATKAN KARAKTER
TANAMKANLAH KARAKTER ANDA AKAN MENGUKIR NASIB
(PROF. DR. Quraish Shihab)
Rumahq, 7/1/2019
Hernowo Hasim, Artikel Tiga Manfaat Mengikat Makna untuk Calon Penulis, disampaikan pada tanggal 30 Sepetember 2016 pada Pelatihan Menulsi Mengalir di Raz Hotel, Medan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2006.
Munif, Abdul, Reinventing Nilai-nilai Islam mengenai Pendidikan Guru dalam Pendidikan Karakter. (Medan: Al Kaffah, Jurnal Kajian Nilai-nilai Islami Volume 2 No 2 Juli-Deesember 2014, Komisi Penelitian dan Pengkajian Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara)
Quraish Shihab, Peningkatan Peranan dan Kualitas Pendidik Muslim dalam Pembentukan Karakter Bangsa, makalah dalam seminar nasional pembentukan karakter bangsa melalui pendidikan islam di UNS Surakarta, 3 April 2008.